Pages

Senin, 06 Januari 2014

Smudge of Love

0 komentar


FanFiction ini diambil dari novel Refrain karya Winna Efendi
“Nataaaaaa! Tunggu akuu!”
            Nata yang sedang di ruang tata usaha dengan refleks menengok ke arah ku yang berlari karena datang terlambat ke sekolah. “Dasar tukang telat! Ngapain pake baju olahraga? Hari ini gak ada pelajarannya kan?” jawab Nata dengan ketus.
            “Jangan dulu masuk kelas ya? Please..anterin aku ke wc buat ganti baju. Hujan di jalan, jadi aku pake baju olahraga dulu biar rok gak basah.”
            “Niki..Niki..kapan sih bisa nepatin waktu?” Aku pun diantar Nata untuk berganti seragam yang aku pakai.
~~~~~~~
            Mungkin memang, aku dengan Nata tidak seperti pasangan-pasangan sahabat lainnya. Entah dari kapan kita bisa sedekat ini. Yang aku ingat hanyalah ketika aku diajak untuk bergabung ke dalam group basket Nata dengan teman-temannya. Sejak saat itu, dia sering datang ke rumah menjemputku untuk berlatih. Dan entah dari kapan aku bisa merasakan kenyamanan saat aku berada di dekatnya. Ketika teman-teman kelas mengadakan suatu acara, yaitu touring, dia tidak ikut. Teman-teman lainnya menawarkan boncengan kepadaku, namun aku tidak mau, benar-benar tidak mau. Pada akhirnya aku ikut dengan temanku yang membawa mobil.
            Di tengah-tengah acara berlangsung, ada temanku yang menyusul ke tempat acara itu sendirian. Kau tau siapa? Temanku itu Nata. Ya, ternyata teman dekatku yang datang. Dan seketika senyuman itu telah menyungging di mulutku. Aku hanya tidak mengerti, mengapa aku begitu nyaman dan merasa aman di dekatnya. Pada saat pulang dari acara pun, aku hanya ingin diantarnya. Nata pun tidak keberatan ketika aku menumpangi motornya. Sejauh ini, teman-teman sekelas sangat mengerti akan hubunganku dengan Nata.
~~~~~~
            “Niki, emang pacarmu gak akan marah kalau aku bonceng kamu terus?”
            “Tenang aja kali, Nat. Pacar aku itu orangnya cuek, mau pulang sama siapa aja bebas.” Celetukku sambil tertawa
            “Oh ya? Sama aja jomblo dong kalau kayak gitu? Kasian ya Niki dicuekin sama pacarnya.” goda Nata
            “Ih Nata jahat deh..” aku mencubit Nata karena kejahilannya, Nata hanya membalas dengan tertawanya. Aku pun ikut tertawa dengan lepas.
            Ketika salah satu diantara kita gagal, kita akan menghibur satu sama lain. Seperti kegagalan group basket Nata pada saat mengikuti pertandingan. Dengan kesalnya, Nata sampai memukul pagar besi lapangan dengan tangannya. “Nata, udah dong jangan marah-marah gitu. Mungkin ini belum rezeki. Kasian tangan kamu itu nanti sakit loh..” tegurku dengan khawatir. Mungkin belum puas dia mengeluarkan kekesalannya, sepanjang jalan pulang, dia terus berkomentar tentang pertandingan itu. Aku mengerti pada saat itu, dan aku hanya diam untuk mendengarkannya. Begitu juga ketika aku putus dengan pacarku, yang dia lakukan hanyalah mengejekku. Tapi aku tidak merasa sakit hati ataupun marah, aku malah terhibur dengan celotehannya. Karena aku tahu, dia melakukan itu untuk menghiburku dengan caranya sendiri.
            Nata seringkali membawa gitar ke sekolah. Memang kecintaannya terhadap musik sudah melekat dari dulu. Dia meluangkan waktunya untuk bernyanyi sendiri memakai gitarnya di kelas atau di luar kelas. Dan tanpa sadar, aku juga seringkali menemani dia saat bernyanyi. Terkadang aku pun meminta bantuan kepada Nata, untuk mencari soal nada ataupun aransemen sebuah lagu, karena semua hal itu kecil baginya. Tanpa sengaja aku satu kelompok seni musik dengan dia. Tugasnya yaitu mengaransemen lagu dan menyanyikannya. Nata menyuruhku untuk menyanyikan lagu favoritku. “Nat, aku gak bisa nyanyi.” tegurku padanya. Namun Nata tetap asyik dengan gitarnya. “Nata, dengerin aku dulu dong! Aku gak bisa nyanyi” tetap saja dia asyik dengan gitarnya.
“Nat...please, aku gak bisa nyanyi kalau aku sendiri aku ma-“
            “Oke, aku bakal temenin kamu nyanyi, Niki” belum sempat aku menyudahi kalimatku, Nata berucap seperti itu. Entah mengapa, denyut jantungku jadi cepat, tanganku terasa dingin, namun hatiku hangat di dalam dada.
            Sudah beberapa hari dia selalu datang ke rumahku untuk menyelesaikan aransemen lagu dan berlatih untuk menyanyikannya. Lagu yang akan kita bawakan adalah lagu Fix You yang dibawakan oleh Coldplay, karena aku sangat memfavoritkan lagu tersebut. “Bagian aku nyanyi, dibikin sedikit ya, Nat?” seperti biasa, Nata pura-pura tidak mendengarkan keluhanku. “Ayo coba nyanyikan lagunya” jawab Nata dengan ketus. “Dari awal nyampe akhir ya, Nik”
            “Tapi Nat-“
            “Tenang Niki. Aku bakalan nyanyi juga kok. Aku bakalan temenin kamu nyanyi.”
~~~~~~
            Hari yang ditunggu-tunggu pun datang, ujian praktek seni musik. Mungkin sudah beberapa hari kebelakang aku terus memikirkan tentang semua ini. Ketika aku mengingatnya, yang aku rasakan sakit perut dan jantungku berdegup dengan kencang. Tanda-tanda gugupku ini memang sulit untuk dihilangkan.
            “Tenang dong Nik, jangan gugup gitu”
            “Nat..aku gugup...”
            “Niki, kamu bisa. Kita bisa. Tenang, aku ada disamping kamu. Nyanyi pake hati jangan pake jantung yaa”
            “Aah..Nata gak lucu!”
            Nata tertawa lalu merangkulku begitu saja.
                                                            ~~~~~~~~~~
            Ujian pun terlewati. Kini aku bisa bernafas lega. Tidak akan merasakan sakit perut dan jantung berdegup kencang lagi ketika aku mengingat ujian ini. Ketika aku dan Nata bernyanyi semua orang terpana melihat kami berdua. Entah terpukau karena penampilan kami berdua yang memukau, entah itu terpukau karena suaraku yang menurutku tidak merdu. Namun, beberapa temanku berkomentar langsung kepadaku, bahwa penampilan tadi sangat bagus, “Mulut orang-orang menganga, Nik!” jawab mereka dengan gaya khas candanya.
            “Makasih ya Nat, udah bisa bikin aku yakin”
            “Sama-sama, Nik. Lain kali pede aja lagi. Suara kamu itu enak kok”
            Ah Tuhan, aku tak bisa menahan degupan jantung ini kalau Nata bersikap seperti itu terus. Kenapa sekarang aku merasakan semua ini? Dulu ketika aku dipuji atau disanjung Nata, sikapku malah tidak menghiraukannya. Ah Tuhan, aku tahu resikonya jika aku menodai persahabatan ini dengan perasaan mencintai. Jangan sampai hal itu terjadi, aku tidak mau.
            “Mulut dapat berbohong, tapi hati tidak” kata-kata itu sangatlah mengusik pikiranku saat ini. Bagaimana tidak, ketika Nata bercerita bahwa dia akan meminta seorang perempuan untuk menjadi pacarnya, tak tahu apa yang aku rasakan. Rasanya campur aduk. Aku hanya mencoba berusaha untuk tetap mendengarkan dan memberikan respon baik kepada Nata. Mungkin aku sedang menutupi sesuatu darinya.
                                                            ~~~~~~~~~
             Beberapa hari kemudian, Nata bercerita kepadaku bahwa cintanya telah diterima oleh gadis itu. Rasa penasaranku mulai muncul, siapakah gadis yang dimaksud Nata? Nata bercerita dengan lancar seperti saat dia memainkan gitarnya. Aku sangat senang menjadi seorang pendengar, apalagi mendengarkan cerita Nata.
            “Aiih romantis banget sih, Nat. Nyampe ngasih bunga gitu”
            “Iri ya? Belom pernah dikasih bunga ya sama cowok?” jawab Nata sambil tertawa terbahak-bahak
            “Ah jangan mulai deh, Nat...” dengan wajahku yang cemberut aku berniat pergi. Namun, Nata seolah dapat membaca pikiranku. Dia kemudian memegang tanganku dengan jemarinya yang lebih besar dari ukuran jemariku. Dan jantungku berdegup kencang, lagi.
            “Iya deh Nik, maafin aku. Suatu hari nanti kamu bakalan ketemu sama true love kamu. Tapi mungkin gak tau kapan yaa Nik hahahaha”
            “Aaaaaa Nataaaaaaaa!” aku berteriak sambil mengejar Nata yang sudah terlebih dahulu lari.
            Aku sendiri tidak tahu, apa yang aku rasakan saat melihat Nata berjalan dengan gadis itu. Munafik bagiku jika aku mengatakan bahwa diriku tidak cemburu ketika melihat Nata dengan gadisnya. Entahlah, aku hanya merindukan Nata yang dulu. Karena setelah kehadiran gadis itu ke dalam kehidupan kami berdua, Nata sudah jarang datang ke rumahku, memainkan gitarnya untukku, tertawa lepas karenaku, dan mungkin kenyamanan ku terhadap Nata pun secara tidak langsung sudah terganggu karena adanya gadis itu.
            Mungkin beginilah resikonya, jika persahabatan ternodai oleh percintaan. Seseorang terkadang lupa terhadap sahabatnya sendiri, jika seseorang itu sudah mendapatkan apa yang dia inginkan. Namun, pengecualian bagi seseorang yang benar-benar mempunyai rasa kasih sayang yang amat dalam kepada sahabatnya tersebut.
            Aku yakin, dan percaya, bahwa Nata akan kembali seperti dahulu dan dia bukanlah seorang sahabat seperti orang-orang di luar sana yang pergi meninggalkan sahabatnya hanya karena mengejar cintanya. Dan Tuhan, tolong hapuskan rasa cintaku ini yang tertuju untuk Nata. Aku hanya ingin Nata di sampingku sebagai seorang sahabat. Karena aku tahu, jika rasa cinta ini terus bertambah, hanya lelah yang akan di rasakan oleh hatiku.
“when you lose something you can’t replace” –Fix You, Coldplay