FanFiction ini diambil dari novel Refrain karya
Winna Efendi
“Nataaaaaa! Tunggu akuu!”
Nata yang sedang di ruang tata usaha
dengan refleks menengok ke arah ku yang berlari karena datang terlambat ke
sekolah. “Dasar tukang telat! Ngapain pake baju olahraga? Hari ini gak ada
pelajarannya kan?” jawab Nata dengan ketus.
“Jangan dulu masuk kelas ya?
Please..anterin aku ke wc buat ganti baju. Hujan di jalan, jadi aku pake baju
olahraga dulu biar rok gak basah.”
“Niki..Niki..kapan sih bisa nepatin
waktu?” Aku pun diantar Nata untuk berganti seragam yang aku pakai.
~~~~~~~
Mungkin memang, aku dengan Nata tidak
seperti pasangan-pasangan sahabat lainnya. Entah dari kapan kita bisa sedekat
ini. Yang aku ingat hanyalah ketika aku diajak untuk bergabung ke dalam group
basket Nata dengan teman-temannya. Sejak saat itu, dia sering datang ke rumah
menjemputku untuk berlatih. Dan entah dari kapan aku bisa merasakan kenyamanan
saat aku berada di dekatnya. Ketika teman-teman kelas mengadakan suatu acara,
yaitu touring, dia tidak ikut. Teman-teman lainnya menawarkan boncengan
kepadaku, namun aku tidak mau, benar-benar tidak mau. Pada akhirnya aku ikut
dengan temanku yang membawa mobil.
Di tengah-tengah acara berlangsung,
ada temanku yang menyusul ke tempat acara itu sendirian. Kau tau siapa? Temanku
itu Nata. Ya, ternyata teman dekatku yang datang. Dan seketika senyuman itu
telah menyungging di mulutku. Aku hanya tidak mengerti, mengapa aku begitu
nyaman dan merasa aman di dekatnya. Pada saat pulang dari acara pun, aku hanya
ingin diantarnya. Nata pun tidak keberatan ketika aku menumpangi motornya.
Sejauh ini, teman-teman sekelas sangat mengerti akan hubunganku dengan Nata.
~~~~~~
“Niki, emang pacarmu gak akan marah
kalau aku bonceng kamu terus?”
“Tenang aja kali, Nat. Pacar aku itu
orangnya cuek, mau pulang sama siapa aja bebas.” Celetukku sambil tertawa
“Oh ya? Sama aja jomblo dong kalau
kayak gitu? Kasian ya Niki dicuekin sama pacarnya.” goda Nata
“Ih Nata jahat deh..” aku mencubit
Nata karena kejahilannya, Nata hanya membalas dengan tertawanya. Aku pun ikut
tertawa dengan lepas.
Ketika salah satu diantara kita
gagal, kita akan menghibur satu sama lain. Seperti kegagalan group basket Nata
pada saat mengikuti pertandingan. Dengan kesalnya, Nata sampai memukul pagar
besi lapangan dengan tangannya. “Nata, udah dong jangan marah-marah gitu.
Mungkin ini belum rezeki. Kasian tangan kamu itu nanti sakit loh..” tegurku
dengan khawatir. Mungkin belum puas dia mengeluarkan kekesalannya, sepanjang
jalan pulang, dia terus berkomentar tentang pertandingan itu. Aku mengerti pada
saat itu, dan aku hanya diam untuk mendengarkannya. Begitu juga ketika aku
putus dengan pacarku, yang dia lakukan hanyalah mengejekku. Tapi aku tidak
merasa sakit hati ataupun marah, aku malah terhibur dengan celotehannya. Karena
aku tahu, dia melakukan itu untuk menghiburku dengan caranya sendiri.
Nata seringkali membawa gitar ke
sekolah. Memang kecintaannya terhadap musik sudah melekat dari dulu. Dia
meluangkan waktunya untuk bernyanyi sendiri memakai gitarnya di kelas atau di
luar kelas. Dan tanpa sadar, aku juga seringkali menemani dia saat bernyanyi.
Terkadang aku pun meminta bantuan kepada Nata, untuk mencari soal nada ataupun
aransemen sebuah lagu, karena semua hal itu kecil baginya. Tanpa sengaja aku
satu kelompok seni musik dengan dia. Tugasnya yaitu mengaransemen lagu dan
menyanyikannya. Nata menyuruhku untuk menyanyikan lagu favoritku. “Nat, aku gak
bisa nyanyi.” tegurku padanya. Namun Nata tetap asyik dengan gitarnya. “Nata,
dengerin aku dulu dong! Aku gak bisa nyanyi” tetap saja dia asyik dengan
gitarnya.
“Nat...please,
aku gak bisa nyanyi kalau aku sendiri aku ma-“
“Oke, aku bakal temenin kamu nyanyi,
Niki” belum sempat aku menyudahi kalimatku, Nata berucap seperti itu. Entah
mengapa, denyut jantungku jadi cepat, tanganku terasa dingin, namun hatiku
hangat di dalam dada.
Sudah beberapa hari dia selalu
datang ke rumahku untuk menyelesaikan aransemen lagu dan berlatih untuk
menyanyikannya. Lagu yang akan kita bawakan adalah lagu Fix You yang dibawakan
oleh Coldplay, karena aku sangat memfavoritkan lagu tersebut. “Bagian aku
nyanyi, dibikin sedikit ya, Nat?” seperti biasa, Nata pura-pura tidak
mendengarkan keluhanku. “Ayo coba nyanyikan lagunya” jawab Nata dengan ketus.
“Dari awal nyampe akhir ya, Nik”
“Tapi Nat-“
“Tenang Niki. Aku bakalan nyanyi
juga kok. Aku bakalan temenin kamu nyanyi.”
~~~~~~
Hari yang ditunggu-tunggu pun
datang, ujian praktek seni musik. Mungkin sudah beberapa hari kebelakang aku
terus memikirkan tentang semua ini. Ketika aku mengingatnya, yang aku rasakan
sakit perut dan jantungku berdegup dengan kencang. Tanda-tanda gugupku ini memang
sulit untuk dihilangkan.
“Tenang dong Nik, jangan gugup gitu”
“Nat..aku gugup...”
“Niki, kamu bisa. Kita bisa. Tenang,
aku ada disamping kamu. Nyanyi pake hati jangan pake jantung yaa”
“Aah..Nata gak lucu!”
Nata tertawa lalu merangkulku begitu
saja.
~~~~~~~~~~
Ujian pun terlewati. Kini aku bisa
bernafas lega. Tidak akan merasakan sakit perut dan jantung berdegup kencang
lagi ketika aku mengingat ujian ini. Ketika aku dan Nata bernyanyi semua orang
terpana melihat kami berdua. Entah terpukau karena penampilan kami berdua yang
memukau, entah itu terpukau karena suaraku yang menurutku tidak merdu. Namun,
beberapa temanku berkomentar langsung kepadaku, bahwa penampilan tadi sangat
bagus, “Mulut orang-orang menganga, Nik!” jawab mereka dengan gaya khas
candanya.
“Makasih ya Nat, udah bisa bikin aku
yakin”
“Sama-sama, Nik. Lain kali pede aja
lagi. Suara kamu itu enak kok”
Ah Tuhan, aku tak bisa menahan
degupan jantung ini kalau Nata bersikap seperti itu terus. Kenapa sekarang aku
merasakan semua ini? Dulu ketika aku dipuji atau disanjung Nata, sikapku malah
tidak menghiraukannya. Ah Tuhan, aku tahu resikonya jika aku menodai persahabatan
ini dengan perasaan mencintai. Jangan sampai hal itu terjadi, aku tidak mau.
“Mulut dapat berbohong, tapi hati
tidak” kata-kata itu sangatlah mengusik pikiranku saat ini. Bagaimana tidak,
ketika Nata bercerita bahwa dia akan meminta seorang perempuan untuk menjadi
pacarnya, tak tahu apa yang aku rasakan. Rasanya campur aduk. Aku hanya mencoba
berusaha untuk tetap mendengarkan dan memberikan respon baik kepada Nata.
Mungkin aku sedang menutupi sesuatu darinya.
~~~~~~~~~
Beberapa hari kemudian, Nata bercerita
kepadaku bahwa cintanya telah diterima oleh gadis itu. Rasa penasaranku mulai
muncul, siapakah gadis yang dimaksud Nata? Nata bercerita dengan lancar seperti
saat dia memainkan gitarnya. Aku sangat senang menjadi seorang pendengar,
apalagi mendengarkan cerita Nata.
“Aiih romantis banget sih, Nat. Nyampe
ngasih bunga gitu”
“Iri ya? Belom pernah dikasih bunga
ya sama cowok?” jawab Nata sambil tertawa terbahak-bahak
“Ah jangan mulai deh, Nat...” dengan
wajahku yang cemberut aku berniat pergi. Namun, Nata seolah dapat membaca
pikiranku. Dia kemudian memegang tanganku dengan jemarinya yang lebih besar
dari ukuran jemariku. Dan jantungku berdegup kencang, lagi.
“Iya deh Nik, maafin aku. Suatu hari
nanti kamu bakalan ketemu sama true love kamu. Tapi mungkin gak tau kapan yaa
Nik hahahaha”
“Aaaaaa Nataaaaaaaa!” aku berteriak
sambil mengejar Nata yang sudah terlebih dahulu lari.
Aku sendiri tidak tahu, apa yang aku
rasakan saat melihat Nata berjalan dengan gadis itu. Munafik bagiku jika aku
mengatakan bahwa diriku tidak cemburu ketika melihat Nata dengan gadisnya. Entahlah,
aku hanya merindukan Nata yang dulu. Karena setelah kehadiran gadis itu ke
dalam kehidupan kami berdua, Nata sudah jarang datang ke rumahku, memainkan
gitarnya untukku, tertawa lepas karenaku, dan mungkin kenyamanan ku terhadap Nata
pun secara tidak langsung sudah terganggu karena adanya gadis itu.
Mungkin beginilah resikonya, jika
persahabatan ternodai oleh percintaan. Seseorang terkadang lupa terhadap
sahabatnya sendiri, jika seseorang itu sudah mendapatkan apa yang dia inginkan.
Namun, pengecualian bagi seseorang yang benar-benar mempunyai rasa kasih sayang
yang amat dalam kepada sahabatnya tersebut.
Aku yakin, dan percaya, bahwa Nata
akan kembali seperti dahulu dan dia bukanlah seorang sahabat seperti
orang-orang di luar sana yang pergi meninggalkan sahabatnya hanya karena
mengejar cintanya. Dan Tuhan, tolong hapuskan rasa cintaku ini yang tertuju
untuk Nata. Aku hanya ingin Nata di sampingku sebagai seorang sahabat. Karena
aku tahu, jika rasa cinta ini terus bertambah, hanya lelah yang akan di rasakan
oleh hatiku.
“when
you lose something you can’t replace” –Fix You, Coldplay