Pages

Senin, 19 Januari 2015

Surat yang Tak Dikirim

0 komentar

Bandung, 19 Januari 2015
            Kepada
            Tn. Raynaldo Mahendra
            Jalan Ciumbuleuit no. 100
            Bandung

                        Assalamu’alaikum Wr. Wb.,

            Hai, Ray apa kabar? Lama tak jumpa. Padahal aku punya segudang cerita dan pertanyaan yang ingin aku ceritakan dan tanyakan padamu. Sudah berapa lama kita tak berjumpa, Ray? Baru saja aku bertemu denganmu, hanya saja perasaanku yang sudah lama tak berjumpa dengan perasaanmu. Kau ingin tahu mengapa aku mengatakan hal demikian?

            Apakah kau ingat pertama kali kita saling mengenal? Ya, saat itu aku begitu tidak memperdulikanmu. Aku hanya berniat mengajarimu salah satu mata kuliah yang kau minta. Waktu itu kau begitu sering memberikan pesan lewat social media. Aku yang mengacuhkanmu hanya membalas dengan pesan yang begitu singkat dan seperlunya. Ketika aku sakit, kau mengantarkanku ke apotek lalu pulang ke kamar kontrakanku. Padahal kamar kontrakan kita terbilang jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Dan saat aku masuk rumah sakit, kau terus menanyakan kabar terbaru dariku. Padahal saat beberapa hari di rumah sakit handphoneku mati. Tak hanya disitu, ketika aku kembali ke rutinitasku, kau selalu mengirimkan pesan walaupun hanya sekedar menanyakan aku sedang apa atau aku sudah makan atau belum. Begitu perhatiannya dirimu kepadaku saat itu.

            Sejak saat itu, kau selalu mengajakku untuk pergi mencari makan siang atau malam. Dan pernah, kau mengajakku pergi untuk jogging, sarapan dan hang out. Ingatkah kau akan hal semua itu? Aku begitu ingat, karena kau menunjukan itikad baik kepadaku. Sampai-sampai aku terbuka menceritakan semua masa lalu dan masa kini yang aku jalani sekarang. Kau pun melakukakan hal yang sama denganku. Dengan jujur kau mengatakan, kau selalu mempermainkan hati seorang bahkan beberapa orang perempuan. Namun saat kau mengatakan, mulai dari saat ini kau ingin bersikap serius terhadap seorang perempuan dan tidak ingin mempermainkannya lagi. Apakah kata-kata itu tertuju untukku? Atau hanya untuk meyakinkanku? Haha lucu sekali pemikiranku saat itu.

            Saat liburan tiba, kau mengajakku untuk pulang bersama ke kampung halaman kita. Disana aku mengajak kau untuk pergi mencari makan malam bersama. Namun sebelum itu, kau berani masuk ke rumahku dengan alasan ingin menumpang sholat. Dan ibuku sempat bertanya tentang hal dirimu, Ray. Dengan jujur, aku ceritakan semua tentangmu kepada ibuku. Entah mengapa dia terlihat senang dengan apa yang aku ceritakan. Ibuku pun memberikan izin saat aku keluar pergi makan malam denganmu. Kita bercerita dan sharing tentang segala hal pada saat itu. Dan kita mengabadikan dengan foto bersama. Saat itu kau yang minta, ingatkah? Haha.

Tak terasa hampir dua bulan aku mengenalmu. Namun aku merasa bahwa aku telah mengenalmu sejak lama. Mungkin karena kita selalu bertemu, bercerita dan bertukar pikiran satu sama lain. Bahkan sampai suatu saat kau pernah bertanya, dengan siapa aku selalu bertukar pesan. Dan kau sempat berkata kepadaku untuk tidak sering bertukar pesan dengan teman-teman laki-lakiku. Saat itu aku heran, mengapa kau sampai berkata seperti itu, padahal kita baru saja dekat dan tidak ada ikatan atau status yang mengikat diantara kita. Tapi entah mengapa, aku turuti semua kata-katamu dengan senang hati.

Kemudian, ada kejadian yang tak aku harapkan yang membuat diantara kita harus beradu pendapat. Aku sangat senang ketika kau menjelaskan secara detail bahwa kau dengan terpaksa masih harus dekat dengan mantan kekasihmu. Aku sempat berpikir, am I your plan B? Tapi aku hapus pikiran itu dan tetap berpikiran positif terhadapmu, Ray. Karena aku tahu, kau memiliki itikad baik kepadaku. Sejak saat itu, kondisi hubungan kita semakin tidak jelas. Aku merasa bahwa perlahan demi perlahan kau menjauh dariku. Apakah ini hanya perasaanku saja, Ray?

Saat ini, aku merasa kau telah pergi jauh. Padahal saat kau beri aku perhatian yang menurutku tidak biasa, aku merasa telah menemukan rumah baru. Karena rumah merupakan tempat yang memberikan aku kenyamanan yang luar biasa. Saat aku sedih maupun senang aku akan pulang ke rumah itu.  Menurutku, rumah merupakan kata lain dari kenyamanan. Kau rumah bagiku, Ray. Kau memberikan kenyamanan luar biasa kepadaku. Seburuk apapun masa lalumu, aku akan terima karena kau telah berkata bahwa kau ingin berubah.

            Tadi siang aku merasakan kekecewaan dan kesedihan yang amat dalam bagiku. Aku dan kau bertemu tapi tak saling sapa. Aku dan kau duduk berdampingan tapi tak saling bicara. Mengapa dengan kau saat ini, Ray? Ada yang salah denganku? Kau mengatakan bahwa aku berbeda, tapi kau tak ingin menjelaskannya. Via SMS bahkan via telefon pun saat ini sudah dikatakan tidak pernah. Aku jadi semakin yakin, bahwa ada perempuan diluar sana yang lebih menarik perhatianmu. Saat kegiatan tadi siang pun, kau menganggapku layaknya orang asing di depan teman-teman. Jika kau anggap aku ini teman, perlakukanlah aku sebagaimana teman mestinya. Sakit hatiku saat kau layaknya orang asing di mataku. Kau tak seperti yang biasa, Ray.

Jika memang kau pergi karena ada perempuan lain yang lebih menarik perhatianmu, silahkan kau pergi. Tapi satu hal yang selalu ingin aku sampaikan padamu, walaupun aku tak memiliki paras cantik seperti perempuan di luar sana, tak memiliki kesempurnaan seperti perempuan lainnya, tapi aku memiliki hati dan perasaan yang tulus. Telah kau ketahui dari cerita-ceritaku sebelumnya, bahwa aku telah dikhianati oleh perasaan banyak lelaki. Ditinggalkan begitu saja saat aku memberikan hati dan perasaanku yang tulus kepadanya. Apakah kau sama akan pergi juga meninggalkanku? Tak heran banyak orang yang memberitahu bahwa jangan sampai aku terlena dengan perhatianmu. Namun aku selalu meyakinkan diri bahwa kau akan benar-benar berubah Ray.

            Kau juga sempat berkata bahwa kau belum ingin menjalin hubungan kembali setelah kau putus dengan mantan kekasihmu yang terakhir. Aku mengerti itu. Namun aku tak mengerti dengan perubahan sikapmu kepadaku. Sampai saat ini kita belum sempat bercerita dan bertukar pikiran lagi. Aku ingin sekali mengajakmu untuk bertemu dan berbicara empat mata saja. Tapi aku tak seberani dulu. Karena aku sadar diri, bahwa aku bukan orang yang penting bagimu. Membalas pesan singkat tadi pagi pun kau tidak, apalagi memikirkan aku. Bukankah begitu, Ray? Jika pemikiranku semua ini salah, tolong kau jelaskan secepatnya. Aku tak akan mengirimkan surat ini langsung kepadamu. Semoga suatu saat nanti kau membaca semua isi hatiku ini, dan kau menyadarinya.

            Wassalam.

Salam Rinduku,

Maura Clarissa