Matematika
adalah salah satu ilmu eksak yang sangat bermanfaat. Dari taman kanak-kanak
sampai perguruan tinggi kita mempelajari matematika. Kebanyakan orang melihat
matematika adalah pelajaran yang sangat membosankan dan sulit, ditambah
guru-guru matematika yang terkenal akan kegalakannya. Namun sebenarnya ketika
kita mempelajari matematika dengan mendalam, matematika itu sangat penting
untuk bidang ilmu lain seperti bidang ilmu kedokteran, bidang ilmu geografi,
astronomi, dsbnya dan di dalam kehidupan sehari-hari. Mau tau seperti apa
manfaat matematika dalam bidang ilmu lain dan dalam kehidupan sehari-hari? Nonton
yuk video di bawah ini! 😊
Rythim of Life
Kamis, 22 Desember 2016
Senin, 19 Desember 2016
Artikel tentang Matematika
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang sangat menarik untuk dipelajari. Ketika kita melihat matematika dari sudut pandang bidang ilmu lain, matematika itu indah. Terlebih lagi jika kita memanfaatkan matematika untuk aspek dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya mencari persamaan kurva "selisih waktu terbit dan terbenamnya matahari di Istanbul, Turki". Pernah terpikir atau tidakkah kalian akan hal itu? (Sebenarnya penulis juga awalnya tidak terpikirkan dan terbayangkan bagaimana mencari hal seperti itu hihi)
Caranya sangat mudah. Ingatkah kalian bagaimana mencari persamaan kurva suatu parabola? Ambil beberapa koordinat titik, lalu substitusikan ke persamaan parabola yang diinginkan untuk mencari setiap konstanta dan koefisien yang diperlukan. Nah, sama hal nya dengan mencari persamaan kurva "selisih waktu terbit dan terbenamnya matahari di Istanbul, Turki". Hanya saja dalam kasus ini kita cari tahu waktu terbit dan terbenamnya matahari di Istanbul setiap 10 hari selama setahun. Kemudian nilai fungsi kurva tersebut merupakan selisih antara waktu terbit dan terbenamnya matahari di Istanbul.
Mau tau lebih lanjut seperti apa? Silahkan download artikel berikut ini, semoga bermanfaat 😊
Multimedia Pendidikan Matematika - Photo Project
Foto Gedung (Before):
Gedung di dalam foto tersebut adalah Gedung Isola UPI Bandung dari angle samping, diambil suatu pagi hari sekitar bulan Oktober 2016. Di dalam foto tersebut terdapat tiang dan seseorang di depan Gedung Isola, dan ada sedikit pantulan cahaya yang terlihat blur.
Foto Gedung (After):
Foto Gedung Isola setelah diedit. Tiang dan seseorang di depan gedung tersebut dihilangkan, dan pantulan cahaya yang terlihat blur sebelumnya, diperhalus agar tidak terlihat blur. Kemudian memainkan saturation, color, sharpen, contrast, dsb. Ditambahkan juga text "Isola UPI 2016" dan nama dari pengambil dan pengedit foto tersebut.
Foto ini diambil ketika seorang teman sedang menulis, difoto dari angle atas. Di dalam foto tersebut hanya ada kertas-kertas, pulpen-pulpen, tempat pensil dan cellphone di atas meja.
Foto Orang (After):
Foto tersebut ditambahkan sebuah ipad, gelas dan mug berisi kopi, dan sebuah laptop. Juga ditambahkan text "College Life" yang artinya kehidupan perkuliahan, bertujuan untuk menggambarkan kehidupan kuliah kita sekarang ini, dan menambahkan text nama dari pengambil dan pengedit foto tersebut. Pada foto tersebut di setiap barang yang ditambahkan diatur setiap posisinya, bayangannya, dan warnanya agar terlihat seperti benar-benar ada di atas meja tersebut. Kemudian dari keseluruhan foto, memainkan saturation, color, sharpen, contrast, dsb.
Multimedia Pendidikan Matematika - Project Power Point
Menurut Briggs (1977) media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Kemudian menurut National Education Associaton(1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras.
Teknologi multimedia adalah salah satu media pembelajaran yang banyak diminati oleh para pendidik. Selain dirasa lebih interaktif, juga dapat menarik perhatian minat belajar para siswa.
Berikut ini adalah salah satu contoh media pembelajaran berbasis teknologi multimedia yaitu Power Point. Dalam Power Point ini, membahas mengenai salah satu kompetensi dasar dan indikator dari materi Eksponen yang pada kurikulum 2013 dipelajari di kelas X (Sepuluh) SMA.
Kompetensi Dasar yang diambil yaitu: "Memilih dan menerapkan aturan eksponen dan logaritma sesuai dengan karakteristik permasalahan yang akan diselesaikan dan memeriksa kebenaran langkah-langkahnya" dan indikatornya: "Mengubah bentuk eksponen dengan menggunakan sifat-sifat pangkat bulat positif, pangkat bulat negatif, dan pangkat nol"
Secara garis besar, PPT tersebut menjelaskan konsep eksponen, sifat bilangan bulat positif, pangkat nol, pangkat bilangan bulat negatif, dan penerapannya ketika menyelesaikan soal-soal.
Agar bisa lebih hidup, download aja yaaa 😊😉
Senin, 19 Januari 2015
Surat yang Tak Dikirim
Bandung,
19 Januari 2015
Kepada
Tn. Raynaldo Mahendra
Jalan Ciumbuleuit no. 100
Bandung
Assalamu’alaikum Wr.
Wb.,
Hai, Ray apa kabar? Lama tak jumpa. Padahal
aku punya segudang cerita dan pertanyaan yang ingin aku ceritakan dan tanyakan
padamu. Sudah berapa lama kita tak berjumpa, Ray? Baru saja aku bertemu
denganmu, hanya saja perasaanku yang sudah lama tak berjumpa dengan perasaanmu.
Kau ingin tahu mengapa aku mengatakan hal demikian?
Apakah kau ingat pertama kali kita
saling mengenal? Ya, saat itu aku begitu tidak memperdulikanmu. Aku hanya
berniat mengajarimu salah satu mata kuliah yang kau minta. Waktu itu kau begitu
sering memberikan pesan lewat social media. Aku yang mengacuhkanmu hanya
membalas dengan pesan yang begitu singkat dan seperlunya. Ketika aku sakit, kau
mengantarkanku ke apotek lalu pulang ke kamar kontrakanku. Padahal kamar
kontrakan kita terbilang jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Dan saat aku
masuk rumah sakit, kau terus menanyakan kabar terbaru dariku. Padahal saat
beberapa hari di rumah sakit handphoneku
mati. Tak hanya disitu, ketika aku kembali ke rutinitasku, kau selalu mengirimkan
pesan walaupun hanya sekedar menanyakan aku sedang apa atau aku sudah makan
atau belum. Begitu perhatiannya dirimu kepadaku saat itu.
Sejak saat itu, kau selalu
mengajakku untuk pergi mencari makan siang atau malam. Dan pernah, kau
mengajakku pergi untuk jogging, sarapan
dan hang out. Ingatkah kau akan hal
semua itu? Aku begitu ingat, karena kau menunjukan itikad baik kepadaku. Sampai-sampai
aku terbuka menceritakan semua masa lalu dan masa kini yang aku jalani
sekarang. Kau pun melakukakan hal yang sama denganku. Dengan jujur kau
mengatakan, kau selalu mempermainkan hati seorang bahkan beberapa orang
perempuan. Namun saat kau mengatakan, mulai dari saat ini kau ingin bersikap
serius terhadap seorang perempuan dan tidak ingin mempermainkannya lagi. Apakah
kata-kata itu tertuju untukku? Atau hanya untuk meyakinkanku? Haha lucu sekali
pemikiranku saat itu.
Saat liburan tiba, kau mengajakku
untuk pulang bersama ke kampung halaman kita. Disana aku mengajak kau untuk
pergi mencari makan malam bersama. Namun sebelum itu, kau berani masuk ke
rumahku dengan alasan ingin menumpang sholat. Dan ibuku sempat bertanya tentang
hal dirimu, Ray. Dengan jujur, aku ceritakan semua tentangmu kepada ibuku. Entah
mengapa dia terlihat senang dengan apa yang aku ceritakan. Ibuku pun memberikan
izin saat aku keluar pergi makan malam denganmu. Kita bercerita dan sharing
tentang segala hal pada saat itu. Dan kita mengabadikan dengan foto bersama. Saat
itu kau yang minta, ingatkah? Haha.
Tak terasa hampir dua bulan aku mengenalmu. Namun aku
merasa bahwa aku telah mengenalmu sejak lama. Mungkin karena kita selalu
bertemu, bercerita dan bertukar pikiran satu sama lain. Bahkan sampai suatu
saat kau pernah bertanya, dengan siapa aku selalu bertukar pesan. Dan kau
sempat berkata kepadaku untuk tidak sering bertukar pesan dengan teman-teman
laki-lakiku. Saat itu aku heran, mengapa kau sampai berkata seperti itu,
padahal kita baru saja dekat dan tidak ada ikatan atau status yang mengikat
diantara kita. Tapi entah mengapa, aku turuti semua kata-katamu dengan senang
hati.
Kemudian, ada kejadian yang tak aku harapkan yang
membuat diantara kita harus beradu pendapat. Aku sangat senang ketika kau
menjelaskan secara detail bahwa kau dengan terpaksa masih harus dekat dengan
mantan kekasihmu. Aku sempat berpikir, am
I your plan B? Tapi aku hapus pikiran itu dan tetap berpikiran positif
terhadapmu, Ray. Karena aku tahu, kau memiliki itikad baik kepadaku. Sejak saat
itu, kondisi hubungan kita semakin tidak jelas. Aku merasa bahwa perlahan demi
perlahan kau menjauh dariku. Apakah ini hanya perasaanku saja, Ray?
Saat ini, aku merasa kau telah pergi jauh. Padahal saat
kau beri aku perhatian yang menurutku tidak biasa, aku merasa telah menemukan
rumah baru. Karena rumah merupakan tempat yang memberikan aku kenyamanan yang
luar biasa. Saat aku sedih maupun senang aku akan pulang ke rumah itu. Menurutku, rumah merupakan kata lain dari
kenyamanan. Kau rumah bagiku, Ray. Kau memberikan kenyamanan luar biasa
kepadaku. Seburuk apapun masa lalumu, aku akan terima karena kau telah berkata
bahwa kau ingin berubah.
Tadi siang aku merasakan kekecewaan
dan kesedihan yang amat dalam bagiku. Aku dan kau bertemu tapi tak saling sapa.
Aku dan kau duduk berdampingan tapi tak saling bicara. Mengapa dengan kau saat
ini, Ray? Ada yang salah denganku? Kau mengatakan bahwa aku berbeda, tapi kau
tak ingin menjelaskannya. Via SMS bahkan via telefon pun saat ini sudah
dikatakan tidak pernah. Aku jadi semakin yakin, bahwa ada perempuan diluar sana
yang lebih menarik perhatianmu. Saat kegiatan tadi siang pun, kau menganggapku
layaknya orang asing di depan teman-teman. Jika kau anggap aku ini teman,
perlakukanlah aku sebagaimana teman mestinya. Sakit hatiku saat kau layaknya
orang asing di mataku. Kau tak seperti yang biasa, Ray.
Jika memang kau pergi
karena ada perempuan lain yang lebih menarik perhatianmu, silahkan kau pergi. Tapi
satu hal yang selalu ingin aku sampaikan padamu, walaupun aku tak memiliki
paras cantik seperti perempuan di luar sana, tak memiliki kesempurnaan seperti
perempuan lainnya, tapi aku memiliki hati dan perasaan yang tulus. Telah kau
ketahui dari cerita-ceritaku sebelumnya, bahwa aku telah dikhianati oleh
perasaan banyak lelaki. Ditinggalkan begitu saja saat aku memberikan hati dan
perasaanku yang tulus kepadanya. Apakah kau sama akan pergi juga
meninggalkanku? Tak heran banyak orang yang memberitahu bahwa jangan sampai aku
terlena dengan perhatianmu. Namun aku selalu meyakinkan diri bahwa kau akan
benar-benar berubah Ray.
Kau juga sempat berkata bahwa kau
belum ingin menjalin hubungan kembali setelah kau putus dengan mantan kekasihmu
yang terakhir. Aku mengerti itu. Namun aku tak mengerti dengan perubahan
sikapmu kepadaku. Sampai saat ini kita belum sempat bercerita dan bertukar
pikiran lagi. Aku ingin sekali mengajakmu untuk bertemu dan berbicara empat
mata saja. Tapi aku tak seberani dulu. Karena aku sadar diri, bahwa aku bukan
orang yang penting bagimu. Membalas pesan singkat tadi pagi pun kau tidak,
apalagi memikirkan aku. Bukankah begitu, Ray? Jika pemikiranku semua ini salah,
tolong kau jelaskan secepatnya. Aku tak akan mengirimkan surat ini langsung
kepadamu. Semoga suatu saat nanti kau membaca semua isi hatiku ini, dan kau
menyadarinya.
Wassalam.
Salam
Rinduku,
Maura
Clarissa
Jumat, 25 April 2014
Kopi Panas #2
Lama setelah
kejadian yang kudengar dari Mama, aku belum bertemu dengan sesosok lelaki yang
belum ku ketahui identitasnya secara lengkap itu. Melihat batang hidungnya pun
belum. Kemana Mario? Pertanyaan itu selalu terngiang-ngiang ketika aku
di rumah maupun ketika aku perform di cafe seperti biasa.
Namun, suatu
ketika, aku pergi ke salah satu Music Store di dekat cafe itu. Ketika itu, aku
sedang mencari album terbaru dari salah seorang penyanyi favoritku. Aku
mengitari tiap sudut toko itu, sampai pada akhirnya aku menyerah karena belum
menemukan CD yang aku maksud. Aku berniat untuk menanyakannya langsung kepada
petugas kasir.
“Mas, album
terbaru dari Tulus udah ada belum?”
“Tulus? Sudah,
Mba.” Kata petugas kasir
“Tapi kok gak ada
ya? Tadi aku sudah cari-cari di tiap rak”
“Tunggu sebentar
ya, Mba. Saya akan carikan” Mas Petugas Kasir pun pergi untuk mencari album
lagu yang aku maksud.
Ketika itu, suara
pintu toko terbuka diikuti dengan tawa seorang wanita yang menggandeng seorang
lelaki, yang terdengar begitu bahagia. Tanpa sadar, aku menengok sumber suara.
Aku shock. Kedua
kakiku lemas ketika mengetahui siapa yang telah aku lihat.
“Maura? Ngapain
disini?” dengan polos dia bertanya.
“Ya..beli CD
lah..” jawabku singkat.
Aku sangat ingin
mengeluarkan semua pertanyaan yang telah aku tumpuk sejak lama. Namun, aku
tiba-tiba tak berani. Melihat wajahnya saja aku enggan.
“Mas, aku cari CDnya
dulu ya” kata seorang wanita tadi yang beranjak ke dalam toko.
“Wanita
itu...siapa, Mario?” aku memberanikan diri.
Belum sempat Mario
menjawab, petugas kasir telah datang kembali membawa sebuah CD.
“Mba, album yang
dimaksud ini bukan?”
“Bukan, Mas. Itu
album yang dulu.” Keluhku kepada petugas kasir
“Oh ya berarti
yang satu lagi. Bentar ya, mba saya ambilkan dulu”
“Eh gimana
kabarnya? Udah membaik kan?” tanya Mario ketika petugas kasir itu sudah
beranjak lagi.
“Pertanyaanku tadi
belum dijawab.” Jawabku dengan ketus
Tampak ragu
terlihat dari wajahnya ketika dia akan menjawab pertanyaanku. Aku tidak ingin
membicarakan hal lain selain membicarakan siapa wanita yang bersama Mario itu. Namun,
Mario enggan sekali menjawab pertanyaanku itu.
Keheningan ada di
antara kami berdua. Sungguh, aku tak berani menatap wajahnya sebelum ia
menjawab pertanyaanku itu.
“Dia tunanganku,
Maura” katanya dengan singkat dan tegas.
Entah apa yang aku
rasakan saat itu. Yang bisa aku rasakan hanyalah kepalaku yang tiba-tiba
memanas. Tunangan? Lalu, dulu aku apa? Berbagai pertanyaan menggebu-gebu
pikiran. Dadaku rasanya sesak sekali. Yang aku inginkan saat itu hanyalah
keluar dan menjauh darinya.
Tanpa pikir
panjang, aku berjalan keluar dari toko itu tanpa pamit kepada lelaki itu, tanpa
perduli dengan petugas kasir yang sedang mencarikan CD yang aku maksud. Sedikit
berlari aku pergi meninggalkan toko itu. Pergi tanpa tujuan. Saat itu cuaca
terasa dingin setelah tadi pagi hujan menemani kota ini.
Kakiku memintaku
berlari, dan aku pun berlari walaupun napasku terasa tersengal-sengal. Pipiku
terasa hangat oleh air mata yang sedari tadi mengalir. Aku menengok ke
belakang, sudah cukup jauh aku berlari. Namun, tiba-tiba badanku lemas.
Pandanganku mulai kabur. Tanpa sadar aku berjalan sempoyongan. Dan akhirnya
terjatuh. Aku tak ingat apa-apa setelah itu.
****
Saat aku membuka
mata, aku hanya melihat ruangan serba putih disana. Kepalaku terasa begitu
berat. Ku lihat pakaianku hanya selembar kaos panjang tanpa jaket yang aku
kenakan tadi. Selang oksigen menempel di hidungku. Siapa yang membawaku ke
rumah sakit?
Aku melihat ke
meja kecil samping tempat tidur. Ternyata sudah larut malam. Tak sengaja, ku
lihat ada album baru penyanyi favoritku disana. Aku mengingat-ngingat. Karena
tadi belum sempat aku membeli CD itu. Mengingat kejadian tadi sore sangatlah
menyayat hati. Benci rasanya mengingat sosok lelaki itu. Benci mengingat semua
yang telah terjadi antara aku dengannya. Tanpa sadar, air mata mengalir lagi.
Saat itu aku menyempatkan diri untuk menangis sampai terisak-isak. Aku duduk
dan memeluk diriku sendiri dengan air mata yang tak hentinya mengalir.
“Maura, jangan
menangis. Aku mohon”
Suara itu sangat
mengejutkanku. Aku tak berani untuk melihat wajahnya, karena aku telah mengenal
suaranya dengan baik. Tangisanku tak kunjung berhenti. Aku masih terisak-isak.
Aku memegang dadaku yang terasa begitu sakit. Napasku tersengal-sengal lagi.
Tiba-tiba ia memelukku. Sungguh sangat erat.
Aku bingung dengan
perasaanku saat itu. Campur aduk rasanya.
“Maura, aku mohon
berhentilah menangis. Jangan menyiksa dirimu sendiri seperti ini” pintanya
dengan nada iba.
Ia masih
memelukku. Aku bingung dengan apa yang harus aku lakukan. Aku ingin
melepaskannya tapi aku benar-benar membutuhkan pelukan ini. Pelukan yang dapat
mengobati dadaku yang terlanjur sakit.
Akhirnya aku
membalas pelukan itu. Aku menangis terisak-isak di dalam pelukannya. Aku
memeluknya dengan erat, seolah-olah tak ingin kehilangan dia.
“Maafkan aku
Maura. Aku tak bermaksud menyakitimu. Sungguh” suara Mario terdengar begitu
hangat di telingaku. Pelukannya belum lepas saat itu.
“Aku memang sudah
bertunangan dengannya sejak 2 bulan yang lalu” “Saat kita belum berkenalan satu
sama lain” lanjutnya.
Dia mengusap
kepalaku dengan lembut. Namun, aku tak ingin berkata apa-apa. Aku hanya ingin
dia tidak beranjak pergi. Ketika tangisanku berhenti. Aku melepaskan
pelukannya. Aku menatap wajahnya, dan tersenyum kepadanya.
“Sudahlah Mario.
Jangan merasa bersalah seperti itu”
“Tapi Maura a-“
“Ssstt...pergilah
dengan tunanganmu itu. Aku baik-baik saja disini” kataku sambil memberikan
isyarat untuk tidak berbicara lagi.
“Maura...”
“Sudahlah Mario”
kataku sambil tersenyum dengan mataku yg terasa lembab sehabis menangis
Dia mengerti
dengan isyarat yang aku beri. Dia mengenakan jaketnya beranjak untuk pergi. Wajahnya
terlihat begitu khawatir dengan keadaanku. Namun aku terus memasang wajah
tersenyum terbaikku untuknya.
“Maura, izinkan
aku berbiacara satu kali lagi” pintanya
“Ya, apa, Mas?”
“Aku sayang kamu,
Maura”
Sambil tersenyum
aku jawab “Ya aku tahu itu, Mas”
Dia enggan pergi
sekarang, namun aku memberikan isyarat lagi bahwa aku baik-baik saja dan dia
harus pergi. Terlihat dengan langkah berat, dia keluar dari ruangan rawatku dan
pintu ditutup rapat olehnya. Kesunyian pun segera datang menyelimutiku.
****
Banyak orang
bilang, bahwa cinta hanya manis di awal saja. Setujukah kau akan hal itu?
Kenyataannya memang seperti itu. Tapi cinta akan terus terasa manis, jika kita
bisa mempersiapkan untuk segala sesuatunya. Kau tahu? Aku telah mempelajari itu
semua setelah aku menjadi pelanggan kopi panas di cafe itu.
Kopi panas terasa pahit di lidahku. Air panasnya tak akan bertahan
lama. Meminum kopi panas harus pelan-pelan, karena airnya begitu panas. Jika
diminumnya terlalu terburu-buru, itu dapat melukai lidahku. Seperti halnya kita
berbicara soal perasaan. Perasaan orang tak dapat dipaksakan, tak dapat
diambilnya dengan buru-buru. Dengan buru-buru dan paksaan, itu dapat melukai
hatimu.
Pahit mengingatkan kita, bahwa di dunia tidak ada kata manis tanpa
pahit. Nikmatilah apa-apa yang kau dapatkan sekarang. Jangan paksakan sesuatu
yang tak sama dengan keadaanmu. Terus berpikir positif dengan apa yang kau
hadapi. Rasa syukur ibaratkan gula. Sesuatu yang pahit akan terasa manis jika
kita pandai menambahkan gula. Kejadian tak kita harapkan terasa sangat berharga
jika kita pandai bersyukur.
Kita sadar ingin bersama...
Tapi tak bisa apa-apa...
Terasa lengkap bila kita berdua..
Terasa sedih bila kita di rak berbeda..
Di dekatmu kotak bagai nirwana..
Tapi saling sentuh pun kita tak berdaya..
Setelah perform dengan lagu itu, aku duduk di sudut cafe yang biasa
aku duduki. Terasa dingin di cafe itu, mungkin angin hujan di luar masuk begitu
saja ke dalam cafe. Ku kenakan jaketku yang agak tebal dan memesan sebuah
meminuman kepada seorang pelayan. Selagi minuman pesananku dibuatkan, ku
memandangi sekitar cafe yang sedang tidak ramai dengan pengunjung. Memori
terdahulu tiba-tiba muncul keluar, mengingatkanku tentang seseorang.
Setelah hampir setengah tahun aku tak melihat sosoknya. Kabar pun
aku dapatkan hanya dari kabar-kabar burung yang entah benar adanya. Namun,
ketika aku mendengar kabar bahwa ia akan segera menikah dengan tunangannya yang
tak sempat aku kenali itu, renyuh terasa kembali.
Kuhirup kopi panas pesananku yang telah datang. Tersenyum sendiri
ketika aku mengingat kembali itu semua. Ku menyeka air mataku yang membasahi
pipi sambil menuliskan sebuah kata-kata dari seorang penyair di atas selembar
tisue yang entah ku tujukan untuk siapa.
Cinta memang banyak bentuknya. Mungkin tak semua bisa bersatu..
Jumat, 07 Maret 2014
Kopi Panas #1
“Hai! Namaku Mario.”
Aku yang sedang duduk melamun,
terkejut ketika seseorang mengulurkan tangan, tanda ingin berkenalan.
“Ya?” kataku ingin memastikan
“Namaku Mario. Kau Maura, kan?”
Ooh..namanya
Mario, kataku dalam hati
Sebelumnya aku tak seperti ini. Yang
bisa menerima orang asing di dalam hidupku. Namun ini memang berbeda. Saat
pertemuan kali pertama itu, aku langsung tertarik begitu saja dengan
kepribadiannya. Tenang, berkarisma dan humoris pula. Cukup lama kita
berbincang-bincang setelah perkenalan itu. Kebetulan, memang kita berdua punya
satu kesenangan yang sama. Yaitu seni. Aku senang dengan seni musik, sedangkan
dia seni rupa. Walaupun kedua konteks itu berbeda, namun ketika berbincang
dengannya tak akan kehabisan bahan obrolan.
“Penampilanmu barusan cukup bagus.”
“Oh ya? Kau menontonku dari kapan?”
kataku, tak menyangka
“Sejak tadi sore. Aku hanya sekedar
duduk dengan kopi panasku.” Katanya
“Wah, aku tak melihatmu.”
“Aku hanya ingin memberikan sesuatu
untukmu. Ini, ambilah” katanya, sambil memberikanku sebuah kertas berwarna
putih yang telah tercoret oleh sebuah gambar, tepatnya sketsa wajahku dengan
piano ketika aku perform tadi sore.
“Kopi panasku memberikanku inspirasi
untuk membuat sketsa tentang wajahmu dan pianomu itu.” Sambil tersenyum dia
mengangkat cangkir, yang ada bekas mulutnya ketika dia meneguk kopinya.
“Kopinya kok belum habis, Mas?”
“Aku terlalu asyik membuat sketsa
itu sampai lupa dengan kopi panas ini” sambil menjawab ia tertawa
“Seserius itukah?” kataku sambil
ikut tertawa
Entah apa yang ada di benakku ketika
melihat bola matanya yang cukup besar, bulat dan hitam. Senyumannya yang
menawan membuatku tertawa geli sendiri. Ketika keheningan ada di antara kita,
aku tak berani menatapnya. Namun, aku bisa melihat dari sudut mataku bahwa ia
sedang menatapku.
“Ada apa, Mas?” godaku sambil
menatap matanya. Dia terlihat terkejut dengan pertanyaanku yang tiba-tiba itu.
Beberapa saat dia terjebak dalam tatapan mataku, cepat-cepat dia menjawab “Ah
tidak ada apa-apa, Maura” sambil membuang muka.
Perbincangan itu akan segera
berakhir karena waktu telah larut malam.
“Sudah larut malam, Maura. Kau harus
segera pulang.” Katanya
“Ya sebentar lagi.”
“Mau aku antar?” ajaknya
“Terimakasih sebelumnya atas
ajakanmu. Tapi aku bawa kendaraan sendiri kok, Mas.”
“Oh begitu. Ya sudah.” Jawabnya
sambil tersenyum
“Emm, Mario, boleh aku permisi
sebentar? Aku ke toilet dulu ya”
“Oh ya, silahkan”
Tak lama, ketika aku keluar dari
toilet, aku melihat tempat duduk yang sedari tadi aku duduki dengan Mario sudah
tak berhuni. Kesal segera menyergapku. Namun, ketika aku kembali ke meja itu
ada suka menyelinap masuk.
Maura,
maaf jika aku tak berpamitan terlebih dahulu. Barusan ibuku meneleponku,
menyuruhku untuk pulang. Kedengarannya penting, jadi aku tak bisa menunggu
lagi. Senang berbincang denganmu.
Oh
ya, kalau hujan seperti ini, lebih baik kau pesan kopi panas. Itu bisa membuat
tubuh dan pikiranmu hangat..
See you soon! I’m here every
Friday.
Mario
Aku melihat masih ada sisa minuman
di atas meja itu. Sebuah mug yang ada bekas kopi hitamnya dan cangkir berleher
dengan beberapa es batu yang telah mencair. Cepat-cepat aku memasukan tisu yang
telah berpesan itu ke dalam tasku. Dan pulang membawa senyuman.
****
Hari ini, aku tak perform di café seperti
biasanya. Badanku hangat sejak bangun pagi tadi. Hidungku seperti diganjal batu
besar. Aku tak bisa bernapas. Sejak kecil memang aku seperti ini. Jika imun
tubuhku mulai melemah, aku tak bisa bernapas. Sudah lelah bulak-balik ke rumah
sakit, Mama membelikan ku sebuah tabung oksigen kecil di rumah. Untuk jaga-jaga
jika aku seperti ini lagi. Dan sekarang tabung oksigen sangat berguna sekali.
Tok
tok tok! Terdengar suara pintu kamarku diketuk. Aku tak berkutik sedikit
pun. Kepalaku terasa sangat besar. Hanya tidur yang aku lakukan sedari tadi.
“Maura, kau tidak apa-apa?”
Ah
ada orang yang masuk kamarku. Suaranya berat, dan aku mengenalnya. Ketika aku
membuka mataku.
“Ah sudah tak salah lagi, ternyata
kau” senyumku dibalik alat hirupan oksigen.
Mario ikut tersenyum sambil mengusap
kepalan tanganku yang memegang selimut.
“Kau tau darimana kalau aku disini?”
tanyaku masih penasaran
“Kau tak perlu tau, Maura. Yang terpenting
aku sudah bisa melihat keadaanmu sekarang.”
Aku tak bisa membunyikan senyumanku
yang lebar. Kepalaku terasa begitu ringan ketika Mario membuatku tertawa dengan
celotehannya. Kenapa dengan lelaki ini? Padahal aku dengannya baru berkenalan
kemarin.
“Maura, makan sekarang ya?” ia
menyodorkan semangkuk bubur yang kelihatan masih hangat.
“Ah, nanti saja. Aku masih malas,
Mas” keluhku
“Kau mau membantuku tidak?”
“Apa, Mas?”
“Bantu aku agar kau mau makan bubur
ini sekarang. Aku suapi, aku janji” katanya sambil mengacungkan jari telunjuk
dan jari tengahnya yang membuat aku tertawa geli.
“Ok ok, aku mau makan sekarang.” Aku
pasrah. Aku membuka alat bantu hirup yang menempel di hidung dan menutupi
bagian mulut. Mario membantuku, lalu dia menyimpan alat itu di samping tempat
tidur.
“Kau tak apa-apa, Maura?”
Terlihat kekhawatiran dari raut
wajah Mario. Aku memang masih sulit bernapas tanpa alat itu.
“Aku baik-baik aja kok, Mario” aku
tersenyum agar Mario tidak terlalu khawatir dengan keadaanku.
Dia memang benar-benar menyuapiku. Dia
meniup sesendok bubur yang di ambilnya, takut-takut masih panas katanya. Tak terasa,
semangkuk bubur itu telah habis. Lalu Mario menyuruhku untuk meminum obat yang
ada di tangannya.
“Aku pasang lagi ya alat bantunya?”
tanyanya
“Gak usah deh, Mas.”
“Serius nih? Aku pasang lagi ya?”
terdengar sedikit memaksa
“Gak perlu Mas. Aku udah membaik
kok.” Senyumku.
Tak beberapa lama saat
berbincang-bincang, efek obat menyergapku. Rasa kantuk yang sangat berat tidak
dapat aku tahan. Namun, Mario masih saja terus berbicara. Tanpa sadar, aku
sudah menutup mataku. Akan terlelap tidur.
****
“Lelaki yang kemarin kesini itu
siapa, De?” Tanya Mama
“Namanya Mario, Ma.”
“Pacar baru?” goda Mama
“Temen, Ma. Jangan mikir yang
aneh-aneh deh.”
Sejak aku di tinggal mati oleh
pacarku, aku memang tidak terlihat dekat dengan lelaki mana pun. Mama sampai
menyuruhku untuk mencari pasangan baru, agar aku tidak larut dalam kesedihan.
“Temen kok sampai mencium keningmu,
De?”
Mencium?
Kapan? “Kapan keningku dicium, Ma?” tanyaku sangat terkejut
“Mama melihat tulisan dan sketsa
wajahmu sedang tidur. Sudah kau lihat, De?”
“Belum, Mama lihat dimana?”
“Di meja kamarku, Sayang”
Aku yang sedang beristirahat di
depan tv tiba-tiba berdiri dan sedikit berlari menuju kamar. Penasaran sangat
menyergap pikiranku. Banyak yang aku bayangkan sebelum aku melihat semua barang
yang Mama maksud tadi.
Aku
pamit pulang, Maura. Aku tak berani membangunkan tidurmu yang lelap. Lekas sembuh,
Maura. Lekas perform di café seperti biasa J
See you soon!
Mario
Tak sadar aku telah menyunggingkan
senyumku di depan memo itu. Dan di balik itu, kulihat ada sketsa aku sedang
terlelap tidur. Ah..Mario….
Lelaki ini selalu saja bisa
membuatku senyum sendiri, tertawa geli. Mungkin kah dia bisa membuatku
menangis? Aku harap tidak. Aku sudah tidak mau larut dalam kesedihan lagi hanya
karena sebuah perpisahan.
Aku masih punya beberapa pertanyaan.
Namun, satu pertanyaan yang bisa mewakili semua pertanyaan itu adalah, apakah
kita sama-sama saling tertarik satu sama lain? Entahlah. Hanya waktu yang bisa
menjawab.
****
Langganan:
Postingan (Atom)