Aku sangat menyukai kata 'ketika'. Karena, kata 'ketika' memberikan awalan sebuah ceritra. Sebuah kejadian yang mungkin sulit untuk dilupakan. Apalagi semenjak aku mengenalnya.
Kurang lebih sudah sebulan yang lalu, ketika aku melihatnya pergi dari sini. Dia bilang kesibukan akan menelannya di masa datang. Namun, aku beruntung ketika aku yang ditelan oleh kesibukan. Karena hal itu dapat mempermudah aku untuk melupakan semua tentangnya.
Ketika aku sendiri tanpa kesibukan, semuanya pun terasa sakit. Sakit karena aku mengingatnya. Aku bisa mengatakan ini sakit karena aku sendiri yang merasakannya. Pernah kau merasakan sesakit ini?
Aku melihat dia telah memiliki seseorang yang dulunya aku, namun sekarang seseorang itu selain aku. Ya, orang lain. Tak berfikir kah dia? Tak ingatkah dia? Aku tak percaya lagi akan semua kata-kata yang dia ucapkan untukku dulu. Dulu.
Sekarang aku telah membuka mataku. Dulu, aku tak bisa melihat apapun karena kata-kata manisnya. Mungkin karena itu terlalu manis. Aku hanya mengingatkan kepada semua orang, khususnya perempuan, jangan terpancing dengan semua kata-kata lelaki yang terlalu manis. Karena pada akhirnya, semua itu akan terasa pahit.
Aku bisa melihat banyak orang yang lebih baik darinya. Terserah orang akan menilai apapun mengenai diriku. Bagaimana pun, aku yakin dengan keputusan ini.
Setelah aku lepas darinya, aku benci dengan kata 'ketika'. Karena kata tersebut memunculkan memori-memori indah bersamanya. Tapi sekarang, memori-memori yang dikatakan indah itu sudah aku simpan di tumpukan-tumpukan yang tidak akan aku buka dengan sengaja.
Dan ketika semua orang tahu mengetahui kabar ini. Biarlah mereka yang menilai. Karena aku rasa, aku sudah memberikan yang terbaik untuknya.
Jika kau atau dia membaca ini, jangan pernah mengucapkan kata 'ketika' di depanku.